SURABAYA -- Doktor lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Andi Kurniawan Nugroho menginovasikan sistem diagnosis stroke secara otomatis berbasis pengolahan citra, sehingga proses lebih cepat dengan hasil yang akurat. Andi menyatakan, inovasi tersebut diciptakan lantaran metode penanganan stroke yang berkembang saat ini, seperti CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), membutuhkan waktu diagnosis yang cukup panjang dan hasil interpretasi tergantung pada subjektif penilaian ahli radiologi.
Andi menjelaskan, stroke merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga diperlukan penanganan serius bagi penderitanya. Penanganan pasien stroke ini sangat bergantung pada hasil diagnosis oleh dokter terkait. Artinya, semakin cepat dan akurat hasil diagnosis maka akan semakin baik pula penanganan yang dapat diberikan kepada penderita.
“Dengan diagnosis yang tepat maka penanganan akan lebih cepat, terapi dan dosis lebih tepat, serta biaya pengobatan yang lebih kecil,” kata Andi, Ahad (7/8/2022).
Secara garis besar, lanjut Andi, stroke diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan pada otak. Penyumbatan ini mampu menimbulkan pecahnya salah satu arteri dalam otak, sehingga menyebabkan pendarahan dan berujung pada stroke berjenis hemoragik.
“Jenis stroke yang berbeda ini membutuhkan penanganan yang berbeda,” ujarnya.
Dalam disertasinya yang bertajuk Klasifikasi Stroke Otak Pada Citra Diffusion Weighted Magnetic Resonance Imaging (DW-MRI) Menggunakan Convolutional Neural Network (CNN), Andi mampu menciptakan desain sistem yang mampu mengklasifikasikan jenis stroke dengan akurasi mencapai 97 persen. Berbasis pengolahan citra, sistem yang dikembangkaannya mampu membedakan jenis stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan durasi yang lebih singkat.
Andi menambahkan, sistem ini juga mampu mengklasifikasikan tingkatan stroke iskemik menjadi tiga tingkatan, yaitu tahap akut, subakut, dan kronik. “Tingkatan ini sangat berpengaruh pada pemberian dosis obat kepada pasiennantinya,” kata dia.
Andi berharap, sistem pemodelan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut dan diimplementasikan di dunia kesehatan nantinya. “Harapannya, penelitian ini mampu bermanfaat bagi masyarakat luas dan mampu berkontribusi dalam peningkatkan kualitas pengobatan di Indonesia,” kata dia. []
Sumber: Republika