LONDON -- Ahli penyakit menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) David Heymann mengungkapkan, penemuan puluhan kasus cacar monyet di sejumlah negara yang tidak endemik virus tersebut merupakan hal tak biasa. Kendati demikian, dia yakin, cacar monyet tidak akan berubah menjadi pandemi berikutnya.
“Ini tidak akan menjadi pandemi seperti yang kita ketahui pandemi, tapi tentu saja mungkin penyakit ini telah menyebar di berbagai belahan dunia dan kami baru mulai mengidentifikasinya,” kata Heymann kepada PA News Agency, Ahad (22/5/2022).
Dia pun yakin, cacar monyet tidak menular lewat udara. “Jadi ini bukan infeksi pernapasan seperti SARS-Cov-2 (penyebab Covid-19). Jadi tidak akan menyebar dengan cara yang sama,” ucapnya.
Mantan asisten direktur jenderal WHO untuk keamanan kesehatan dan lingkungan itu menjelaskan, cacar monyet menular melalui kontak dekat. “Jika terjadi kontak dekat, kontak fisik, ada kemungkinan virus menyebar dari lesi pada satu orang ke orang lain dan bisa masuk melalui luka di kulit atau melalui selaput lendir. Virus ini tidak menular dengan mudah. Ini adalah penyakit yang cukup langka yang sekarang menjadi lebih umum,” kata Heymann.
Menurut dia, ada dua jenis virus. Pertama virus di Afrika Tengah yang sangat mematikan. Ia memiliki 10 persen kematian dan menyebabkan penyakit yang terlihat seperti cacar. “Untungnya, penyakit itu belum menyebar ke luar Afrika, dan semoga saja tidak. Karena orang-orang sangat sakit dan mereka tidak bepergian,” ucapnya.
Sementara kasus cacar monyet yang ditemukan di Eropa dan Amerika Utara adalah jenis virus strain Afrika Barat. Sifatnya lebih moderat. Jika terinfeksi, individu terkait akan mengalami ruam kulit, mungkin satu atau dua lesi pada kulit, demam, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
“Tapi virus ini tidak fatal dalam banyak kasus. Ia bisa berakibat fatal pada kurang dari satu persen orang,” kata Heymann menjelaskan. []
Sumber: Republika