dr Susilorini, MSi.Med,
SpPA
Dosen Fakultas Kedokteran
Unissula dan dokter spesialis Patologi Anatomi RS Islam Sultan Agung Semarang
Pandemi SARSCov2 masih
menjadi masalah global yang menjadi perhatian dunia saat ini. Segala upaya
dilakukan untuk mengeradikasi penyakit COVID 19. Banyak negara berlomba-lomba
menemukan vaksin dan obat untuk mengatasi penyakit COVID-19 ini. Sebagian besar
negara menaruh harapan yang besar bahwa
vaksin merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi pandemi ini, walaupun ada
juga beberapa negara yang memilih melakukan pendekatan-pendekatan lain untuk
mengatasi pandemi misal Madagaskar, Austria, Belgia, Tanzania, dll yang memilih
menggunakan kearifan lokal dan formula sinbiotik untuk pencegahan penyakit
COVID-19. Vaksinasi yang dikembangkan oleh Sebagian besar negara menggunakan
beberapa macam platform yang 2 diantaranya masih menggunakan teknologi
tradisional yang ditengarai berpotensi menimbulkan efek samping berupa vaccine
enhanced diseases (respon Antibody dependent enhancement
(ADE) dan Th2 dependent enhancement)
dan vaccine interfere [Hans Uwe
et. al., 2020].
Terdapat banyak platform
vaksin modern yang sebagian besar diberikan secara injeksi dan hal ini tentunya
dapat menyebabkan efek samping dari ringan maupun berat. Beberapa negara
memilih mengembangkan vaksin probiotik dan formula sinbiotik. Vaksin probiotik
dikembangkan oleh Canada bekerjasama dengan Australia (vaksin Symvivo), Vietnam bekerjasama dengan UK (SporeCov),
Swedia yang melibatkan 6 perusahaan bekerjasama dengan universitas Orebro
(Probi), dan Berkeley Laboratory (USA). Beralihnya ilmuwan vaksin modern ini ke
teknologi berbasis probiotik antara lain adalah karena adanya bukti-bukti
terkini tentang akar penyebab penyakit COVID 19 yang terutama ditemukan di
Wuhan dan Korea yaitu tentang adanya kerusakan ekosistem dan juga bukti bahwa
pengguanaan seluruh bagian virus adalah salah satu sebab terjadinya efek
samping berat.
Terdapat bebarapa negara
yang melakukan penelitian tentang COVID19 sebagai kumpulan sindrom yang terjadi
karena kerusakan ekosistem pada usus penderitanya. Bukti-bukti terkini
tentang COVID-19 membuktikan bahwa para
pasien dirawat di RS yang mengalami sakit dengan derajat yang berat dan
meninggal mengalami gangguan keseimbangan ekosistem di ususnya yaitu adanya
bakteri-bakteri baik (simbion) yang
hilang dari ekosistem usus mereka Lactobacillus, Bifidobacterium, Eubacteriums dan Faecalibacterium prausnitzii [Yu et. Al., 2020; Zou et. al., 2020] dan peningkatan
bakteri patobion (Actinobacteria seperti Corynebacterium, Firmicutes seperti
Ruthenibacterium, Coprobacillus, Clostridium ramosum, dan Clostridium
hathewayi) [Zou et. al., Yu et. al., 2020]. Perubahan
ekosistem pada usus ini disebut intestinal dysbiosis. Kondisi ini akan
menyebabkan kerusakan/kebocoran dinding usus yang disebut sebagai leaky gut
dan memicu sindrom COVID yang manifestasinya bisa melibatkan paru-paru (Eosinophilic/
Hipersensitivity pneumonitis), aterosklerosis (kekakuan dan penumpukan
lemak di pembuluh darah) dan trombosis
(peredaran plak lemak dan bekuan darah) yang memicu serangan jantung dan
stroke, badai sitokin karena peredaran metabolit toksin dan bakteri patobion
dari usus ke seluruh tubuh, dan kerusakan multiorgan. Bukti- bukti di Cina dan
di Korea juga membutkikan temuan radiologis dan patologi yang menunjukkan
kerusakan paru-paru pasien bukan terjadi karena virusnya akan tetapi karena
respon imun penderita sehingga gambarannya menyerupai hypersensitifity
pneumonitis (Radang paru karena hipersensitifitas) yang faktor predisposisinya
justru dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, umur dan respon imun [Young Goo Song dan Hyoung-Shik S., 2020].Oleh
karena adanya bukti-bukti tersebut maka untuk mencegah terjadinya Covid 19 yang
berat dibutuhkan vaksin atau
pendekatan-pendekatan lain seperti formula sinbiotik (prebiotik dan probiotik) yang bisa mengatasi dan mencegah kerusakan
dinding usus.
Vaksin probiotik adalah yang paling ideal di antara vaksin yang
saat ini Sebagian besar diinjeksikan, oleh karena vaksin bukan hanya
mengenalkan protein S (spike) dari
virus akan tetapi juga mempunyai fungsi melindungi, memperbaiki ekosistem dan kerusakan dinding usus. Vaksin probiotik yang
saat ini sudah dilakukan uji klinis fase 1 adalah vaksin Symvivo yang
diproduksi oleh Symvivo corporation, sebuah perusahaan vaksin dari Canada. Vaksin
ini diberikan secara peroral dengan diteteskan, menggunakan bakteri baik Bifidobacterium
longum yang direkayasa secara genetik membawa plasmid DNA sintetis
yang menyandi protein S dari virus. Bakteri ini dipilih oleh karena
kemampuannya melekat pada sel epitel pelapis mukosa usus tanpa merusak sel, dan
justru memberi perlindungan kepada sel usus. Vaksin ini mudah didistribusikan
dan tidak membutuhkan penyimpanan di suhu dingin. Cara kerja dari vaksin
dijelaskan dalam gambar berikut ini:
Gambar mekanisme
kerja vaksin Symvivo https://www.symvivo.com/covid-19.
Vaksin ini bekerja secara cepat dan menstimulasi sistem
imun mukosa dan sistemik melalui pengenalan antigen di titik induksi di usus
sehingga dapat memicu produksi antibodi sIgA dan sel-sel imun baik sel limfosit
T manupun sel B. Dengan pemberian secara oral vaksin ini diharapkan bersifat
memicu sistem imun seperti infeksi alamiah, tanpa menggunakan bahan tambahan
yang berbahaya seperti alumunium. Vaksin ini juga tidak membutuhkan bahan
pengawet tambahan seperti thimerosal. Untuk mengikuti riset dari vaksin Symvivo kita
dapat mengikutinya di https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04334980. []
Referensi
- 1.
Kageyama Y, Akiyama T, Nakamura T (2020) Intestinal
Dysbiosis and Probiotics in COVID-19. J Clin Trials.10: 421. doi: 10.35248/2167-0870.20.10.421
- 2.
Baud D, Dimopoulou Agri V, Gibson GR, Reid G and Giannoni
E (2020) Using Probiotics to Flatten the Curve of Coronavirus Disease
COVID-2019 Pandemic. Front. Public Health 8:186. doi: 10.3389/fpubh.2020.00186
- 3.
Hans-Uwe S., A.V.
Karaulovb ., M. F. Bachmann., (2020)., Strategies to Prevent
SARS-CoV-2-Mediated Eosinophilic Disease in Association with COVID-19
Vaccination and Infection., Int Arch Allergy Immunol 2020;181:624–628. DOI:
10.1159/000509368
- 4.
Yu L., Tong Y ., Shen G.,Fu S, Yanqiu., Xiaoya Zhou.,
Yuan Yuan., Yuhong Wang., Yuchen Pan.,Zhiyao Yu., Yan Li., Tiangang Liu.,Hong
Jiang., Immunodepletion with Hypoxemia: A Potential High Risk Subtype of
Coronavirus Disease 2019. medRxiv preprint doi: https://doi.org/10.1101/2020.03.03.20030650.
- 5.
Young Goo Song and Hyoung-Shik S. (2020). COVID-19, A Clinical Syndrome Manifesting as
Hypersensitivity Pneumonitis. Infect Chemother J., 52(1):110-112 .https://doi.org/10.3947/ic.2020.52.1.110.
- 6.
Will Cu., 2020.
Probi-s-probiotic-use-aims-to-deliver-needle-free-vaccines.
- https://www.nutraingredients.com/Article/2020/07/02/Probi-s-probiotic-use-aims-to-deliver-needle-free-vaccines.
- 7. https://www.symvivo.com/covid-19.